Pages

Monday, November 23, 2015

Jalan Berliku Industri Pesawat Terbang Indonesia

Sepertinya pengembangan industri pesawat nasional bakal mengikuti nasib mobnas yang terbengkalai di tengah jalan. Ini karena kurang terlihat visi, kurang mengikuti pasar dan lebih bersifat politis. Memang industri pesawat terbang bisa masuk kategori proyek mercusuar, dengan membanggakan sebagai salah satu Negara asean yang bisa bikin pesawat.

Padahal dana pengembangan industri pesawat nasional ini tidaklah sedikit. Pada akhirnya saat masalah keuangan mendera, maka perjalanannya akan mandek seperti yang sudah-sudah. Sebelumnya laju industri pesawat terbang juga dihentikan saat sudah membuat prototype yang sudah siap terbang.

Memang masuk kategori proyek mercusuar, karena hanya gaya-gayaan dan tidak melihat market yang berkembang. Boleh saja akan ada pesanan yang bakal ngantri saat prototipenya sudah siap terbang. Namun pada akhirnya kembali ke persoalan harga, biaya perawatan dan manajemen pengelolaan pesawat yang mahal.

Kondisi ini juga terjadi pada industri mobil nasional yang berhenti di tengah jalan. Persoalan klasik akan selalu mendera, reabilitas pesawat dan efisiensi bisa menjadi hambatan yang sangat besar. Harusnya manajemen dan pengambil keputusan di industri pesawat terbang bisa berkaca dari yang sudah-sudah.

Mereka bisa berkaca pada nasib industri mobil nasional yang mati suri. Bukan masalah dana atau teknologi, tapi kembali pada reabilitas dan efisiensi. Dengan persaingan di industri sejenis, kita sebenarnya sudah tertinggal jauh. Kita tidak memiliki basic industri manufaktur yang mumpuni, sehingga meski sudah namanya mobnas atau pesawat nasional, komponennya masih diimpor.

Industri nasional tak lebih dari tempat perakitan saja, karena kita membiarkan industri dasar atau industri manufaktur hancur oleh serbuan produk cina. Lalu apa yang bisa dibanggakan bila hanya merakit saja, bila Negara asal komponen tak mau memberi ijin ekspor maka matilah industri pesawat terbang tersebut. Semua ini harusnya menjadi pertimbangan sebelum menghamburkan dana rakyat hanya untuk publisitas atau nasionalisme dangkal.

Ditenggarai banyak proyek pemerintah yang hanya bersifat gaya-gayaan, banyak proyek mercusuar yang masuk dalam anggaran belanja Negara dengan imbal balik yang minim bagi laju perekonomian. Pada akhirnya akan kembali pada persoalan keuangan, utang yang semakin membengkak, karena memang pola pembelanjaan yang tidak produktif. Anggaran Negara tidak digunakan secara ekonomis sehingga terbelenggu oleh pertumbuhan yang minim, inflasi yang tinggi dan ekonomi menjadi stagnan.

No comments:

Post a Comment