Kabar dokter terima suap dari perusahaan farmasi sudah bukan rahasia lagi. Jaringan hubungan mereka lewat detailer obat atau sales obat atau medical representative ini bukan barang baru. Ini tumbuh seiring berkembangnya industri farmasi, namun pada akhirnya memang mengakibatkan harga obat menjadi semakin mahal.
Para “mafia” ini berdalih, kalau tak mau tercekik harga obat lebih baik pakai BPJS atau obat generik yang kualitasnya juga sama. Namun dibalik itu seringkali dokter menyalahgunakan keahliannya dan sumpah jabatannya. Pasien yang baru datang dan belum di-diagnose secara jelas akan mendapatkan obat-obatan “eksperimen” atau “sogokan” dari detailer obat.
Saat ini para pasien ini sudah melek teknologi dengan mudahnya bisa tahu obat untuk sakit yang dideritanya. Pasien bisa mengecek di internet dengan cepat dan akurat akan jenis obat yang harus didapatkan. Namun dalam kasus penyakit yang “abu-abu”, sering menjadi mangsa para mafia obat ini.
Harga obat yang diresepkan bisa 10 kali lipat dari harga obat generik. Itupun tidak satu biji, bisa puluhan dan larinya ke para mafia obat ini. Bila ditelurusi, sebenarnya cukup mudah mendapatkan bukti akan mafia obat ini, hanya saja memang berlindung dibalik kerahasiaan medis yang menjadi senjata para dokter.
Bukan bermaksud menuduh tanpa bukti yang jelas, tapi memang kondisinya sudah seperti itu. Pasien berada pada posisi yang lemah, maunya memang agar cepat sembuh maka percaya saja akan resep yang diberikan dokter. Disini terlihat tipis sekali perbedaan antara bisnis dan kemanusiaan.
Dokter bisa berdalih dengan obat yang mahal akan bisa menyembuhkan dengan segera. Namun pasien juga berhak mendapatkan pengobatan yang manusiawi, diberikan obat sesuai dengan sakit yang dideritanya atau bukan menjadi “kelinci percobaan” para mafia obat.
Bila di media lagi ramai dibicarakan dokter yang menerima suap dari perusahaan farmasi, sebenarnya bukan barang baru. Ini sudah terjadi bertahun-tahun tanpa tersentuh kode etik kedokteran atau medis. Simbosis yang saling menguntungkan ini menciptakan mafia obat yang mengatur harga obat menjadi semakin mahal.
Kalau dulu detailer obat ini memberi pulpen dengan nama obat, tas dengan nama obat atau cenderamata lainnya. Saat ini modusnya sudah berkembang lebih canggih, dan semakin lihai menghindari endusan media. Namun sebenarnya praktek “kotor” mereka sudah diketahui publik sejak lama. Biasanya pasien akan menyesuaikan dirinya dengan memilih obat generik yang sejenis dengan resep obat.
No comments:
Post a Comment