Pages

Sunday, November 29, 2015

Byarpet Makin Parah, Krisis Listrik di Depan Mata

Sudah beberapa minggu ini pemadaman listrik bergilir semakin sering terjadi. Biasanya hanya 6 jam bisa menjadi 12 jam lebih. Biasanya tiap minggu, kini menjadi beberapa kali tiap minggu. Kondisi ini memang tidak merata, tapi dirasakan di banyak tempat.

Dari data PLN memang menyatakan adanya pasokan listrik yang sudah tak mampu memenuhi permintaan yang berkembang. Disamping juga adanya kerusakan gardu listrik yang sudah waktunya maintenance. Ini dimungkinkan keterlambatan pemeliharaan ataupun penggantian trafo membuat manajemen servise semakin beresiko.

Keluhan dari konsumen tentu saja makin kencang, terutama mereka yang tidak memiliki backup pasokan listrik. Namun yang paling terpukul adalah konsumen UKM informal, bisnis kecil yang terlalu rentan oleh ketiadaan listrik. Penghasilan mereka bisa nol dalam sehari saat listrik mati dalam periode lebih dari 12 jam.

Bagi rumah tangga mungkin masih bisa bertahan, meski beberapa cukup menderita akibat tidak adanya listrik di cuaca yang sangat panas ini. Belum lagi keluarga dengan anggotanya yang sakit, mereka akan semakin sulit untuk bertahan di cuaca yang panas ini. Kebanyakan memang hanya bisa mengeluh, tanpa tahu akhir dari keluhan ini.

Memang dilemma yang cukup memusingkan juga dihadapi oleh PLN. Sudah cukup lama alarm akan pasokan yang semakin tidak mencukupi permintaan yang meningkat sudah diutarakan. Hanya memang keterbatasan anggaran membuat pembangunan pembangkit listrik jadi tersendat.

Program listrik 35 ribu megawatt juga sudah dicanangkan, tapi diperkirakan akan terlambat dalam mengatasi permintaan yang meningkat. Memang harusnya pemerintah segera melakukan langkah efisiensi penggunaan listrik. Ini bisa dilakukan dengan segera meningkatkan tarif listrik kelas atas non industri atau jasa.

Diperkirakan hampir separuh menikmati tariff listrik yang terlalu murah. Selebihnya memang rata-rata masyarakat ekonomi menengah bawah yang amat tergantung pada listrik yang murah. Memang cukup sulit mengatur golongan tariff yang tumpang tindih, ini yang menjadi penyebab inefisiensi pula dalam pemasukan PLN.

Perubahan besar yang dilakukan era sebelumnya tidak ditindaklanjuti. Justru perubahan disikapi dengan membawa pejabat PLN sebelumnya ke ranah hukum. Kreatifitas dalam meningkatakan efisiensi kelistrikan dan penanggulangan byarpet disikapi dengan sinis dan politis. Ini menyebabkan perkembangan pasokan listrik menjadi terhambat.

Policy pemerintah yang berubah drastis menyebabkan persoalan sendiri yang membuat krisis listrik terjadi lagi. Bila sebelumnya krisis listrik karena BBM mahal, kali ini karena aturan atau policy pemerintah yang menghambat perkembangan kelistrikan. Besar kemungkinan akan terjadi krisis listrik berkelanjutan dengan lambannya langkah mengatasi lambatnya pasokan listrik ini.  

No comments:

Post a Comment