Akselerasi yang dilakukan pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat nampaknya belum berhasil. Sisa anggaran masih sangat besar dengan tenggang waktu yang semakin menyempit. Sangat wajar bila deflasi yang terjadi lagi adalah masih lemahnya daya beli masyarakat.
Boleh dibilang sudah setahun lebih penghapusan subsidi BBM dan dampaknya begitu dalam. Melemahnya daya beli masyarakat telah memukul perekonomian Indonesia yang bertumpuh dari pertumbuhan konsumtif. Dengan kondisi yang tak kunjung membaik, maka koreksi angka pertumbuhan ekonomi oleh beberapa lembaga keuangan dunia cukup relevan.
Hanya memang pemerintah tidak pernah merespon pandangan pihak ketiga dengan perubahan kebijakan ekonomi yang lebih agresif. Selama ini berbagai kebijakan yang dikeluarkan lebih dari “menghalau asap” daripada “memadamkan api” yang menjadi penyebab melambatnya ekonomi. Meski pemerintah bisa sembunyi dari faktor eksternal perlambatan ekonomi dunia, namun banyak Negara yang bisa dengan cepat keluar dari perlambatan ekonomi dan tumbuh lebih baik.
Indonesia terlalu sibuk dengan persoalan yang dibuat sendiri sehingga keluar dari arah pembangunan ekonomi yang lebih produktif. Penghapusan subsidi BBM benar-benar menyita seluruh energi pemerintah. Efek yang ditimbulkan sangat sulit untuk diatasi hingga merembet kemana-mana, menimbulkan efek domino dan terperangkap dalam persoalan yang dibuatnya sendiri.
Penghapusan subsidi BBM mungkin benar dengan resistansi yang minimal, namun ini tidak berarti mengabaikan efek yang ditimbulkan. Tindakan yang hanya menyisihkan sebagian dana dari penghapusan subsidi BBM bagi rakyat kurang mampu sudah tepat tapi kurang terarah. Harusnya dana dari subsidi BBM bukan untuk membangun infrastruktur melainkan memperbaiki daya beli masyarakat.
Boleh saja beralasan pembangunan infrastruktur akan mengerakan perekonomian, tapi tidak untuk jangka pendek. Padahal daya beli masyarakat ini sudah hancur oleh hantaman penghapusan subsidi BBM. Disini terlihat strategi yang digunakan pemerintah sudah salah arah.
Kebijakan yang diambil terlalu “polos” hingga terjebak oleh lubang yang digalinya sendiri. Bukan tidak mungkin perekonomian akan sulit bangkit dengan pola kebijakan yang itu-itu saja. Pola konsumtif yang masih terus diikuti tanpa mau bekerja keras untuk berubah menjadi lebih produktif.
No comments:
Post a Comment