Pages

Thursday, July 2, 2015

Cara Mengetahui Batu Akik Asli atau Palsu

Bila beli batu akiknya kelas puluhan ribu atau ecek-ecek, mungkin tak perlu cek asli atau palsu. Namun bila sebuah batu akik yang ditawarkan berharga puluhan atau ratusan juta, ini harus dicek keasliannya. Tentunya dengan pemeriksaan lengkap di laboratorium oleh seorang Gemologist akan diketahui batu akik ini asli, alamiah atau sintetis.

Sarana pengecekan batu akik ini sudah banyak tersedia di berbagai tempat. Ini terutama berada di lembaga keuangan yang berurusan dengan batu akik atau batu mulia, seperti pegadaian, bank syariah. Model pengecekan batu akik ini dikenal dengan sertifikasi batu akik yang dicek secara teknis oleh seorang Gemologist.

Memang peralatan untuk mengecek batu mulia ini cukup mahal sehingga perlu biaya untuk mengecek keaslian batu akik tersebut. Disitu akan dicek jenis spesies dari batu akik, varietasnya, ukuran, warna, berat, dan akan diberi nomor sertifikasi. Nomor ini bisa diakses secara online data-datanya.

Mungkin saja sebuah kertas sertifikasi bisa dipalsukan, tapi tidak dengan data yang menyertai. Memang dilemma bila ternyata batu akik yang sudah mahal-mahal dibeli ternyata palsu atau sintetis. Padahal bentuk dan tampilannya mirip-mirip batu mulia yang alamiah dan berharga.

Ini bisa saja terjadi karena teknologi batu sintetis sudah lama dilakukan, bahkan bisa bikin tampilan batu mulia sesuai aslinya. Ini yang membuat banyak orang tertipu oleh tampilan batu akik yang kelihatan berharga, maka sebaiknya cek akurasi batu akik tersebut sebelum membelinya. Ini bila batu akik tersebut belum dilengkapi surat setifikasi.

Bila batu akik sudah dilengkapi surat sertifikasi, maka tinggal cek saja nomor sertifikasinya. Semua ini sebagai langkah untuk mengetahui batu akik asli atau tidak. Juga batu akik ini ternyata bisa dijadikan jaminan, ini sesuai dengan kualitas dan harga batu akik tersebut.

Bagi batu akik yang mahal tentunya perlu dilengkapi surat sertifikasi. Soalnya secara penglihatan bisa ditipu oleh tampilan dari jenis batu mulia yang sintetis. Terlihat berkilau, bertuah, dan indah, namun ternyata hanya batu akik tiruan.

Wednesday, July 1, 2015

Asuransi Kredit Tertekan oleh Naiknya NPL

Sudah beberapa bulan ini premi dari asuransi kredit ini sudah berancang-ancang untuk dinaikan. Ini sebagai langkah lanjutan atas naiknya NPL di beberapa bank. Pastinya untuk menekan kredit macet dari berbagai sektor.

Salah satu yang paling terpukul adalah kredit motor, sektor ini menyumbang pendapatan yang terbesar bagi asuransi kredit. Namun juga menyumbang kredit macet yang cukup tinggi. Angkanya masih bergulir, tapi sudah bisa ditebak lesunya ekonomi dan menurunnya daya beli masyarakat menjadi penyebabnya.

Kondisi ini sudah pernah terjadi sebelumnya hingga tak heran pemberian kredit sudah mulai diperketat. Ini sejalan dengan langkah BI meningkatkan uang muka atau DP. Meskipun masih banyak pula campur tangan dealer dalam mengatur besaran DP ini, namun kondisinya sudah di luar tanggung jawab pihak asuransi.

Banyak model kemudahan mendapatkan kredit yang difasilitasi oleh pihak dealer. Ini tentunya bisa dimaklumi sebagai cara dealer menjual barangnya. Meski langkah ini sebenarnya cukup riskan.

Langkah ini bisa meningkatkan resiko kredit macet saat beli motor ini. Kondisi ini juga dialami pula di dunia usaha. Kredit usaha banyak yang melakukan top-up untuk mengatur ulang utang-utang mereka. Ini sebenarnya sudah masuk gagal bayar atau kredit macet.

Pihak bank tentunya berperan juga agar NPL bank mereka tidak terlalu tinggi, karena resikonya akan memberatkan nasabah pada besaran premi asuransi kredit tersebut. Tentunya ini membuat produk kredit mereka tidak kompetitif. Meski sebenarnya langkah ini juga membahayakan posisi bank tersebut.

Namun bagaimanapun juga bank tetap harus hati-hati dalam menyisasati premi asuransi kredit yang naik ini. Jangan sampai menambah resiko kredit macet menjadi lebih besar. Memang langkah ini harusnya diimbangi dengan pengetatan nasabah pengambil kredit tersebut.

Tetap harus ada langkah efektif menahan laju kredit macet bank dengan cara yang lebih baik. Salah satunya pengetatan tingkat kelayakan nasabah mendapatkan kredit. Poin kelolosannya harus ditingkatkan atau dilengkapi dengan indikator lainnya.

Sebaiknya pula bank atau lembaga leasing bisa mengontrol langkah dealer yang terlalu jauh. Ini agar tidak sering terjadi kredit macet, atau bisa menahan laju naiknya premi asuransi kredit nantinya.

Peluang Usaha Budidaya Lele

Ikan lele sudah menjadi kebutuhan lauk sehari-hari, maka wajar permintaan akan lele tetap ada. Ini membuat budidaya lele masih menguntungkan dan menjanjikan. Meskipun dari sisi ongkos budidaya sudah tidak murah lagi.

Sekarang pakan lele sudah memiliki nilai dan dihargai keberadaannya. Bila sebelumnya untuk cari pakan lele bisa dengan cara murah, yaitu dengan mencari sisa-sisa di pasar ikan. Itu tidak lagi bisa dilakukan, para peternak ikan lele ini harus merogoh kocek untuk mendapatkan pakan lele.

Memang semuanya jadi serba mahal, saat orang tahu barang buangan masih berguna, semuanya akan dinilai dengan uang. Tidak ada lagi barang gratis. Kondisi inilah yang menciptakan para peternak ikan lele ini membuat pakan sendiri.

Bila harus membeli pelet ikan, jelasnya sudah tidak ekonomis lagi. Keuntungan nantinya bisa menipis, bahkan rugi bila sampai hasil panen tak sesuai harapan. Cara inilah yang membuat peternak ikan lele ini bisa bertahan.

Rata-rata pakan lele ini menjadi modal utama disamping benih lele. Namun bagi yang sudah bisa usaha bibit lele, tentunya bisa memangkas ongkos budidaya lele ini. Sebenarnya teknis sudah banyak yag mengerti, hanya aplikasinya yang kadang kecil rasio kesuksesannya.

Budidaya lele kadang gampang-gampang susah, persoalannya memang di pakan dan kualitas bibit. Keduanya harus bagus, bila tidak panen lele bisa tidak optimal. Tentu saja pasti ada keuntungannya, hanya sudah cukup menipis akhir-akhir ini.

Penyebabnya juga karena persaingan dari sesama pembudidaya ikan lele juga. Biasanya mereka tidak mau mencari daerah baru untuk menjual lele. Akibatnya harga lele sering dipermainkan oleh pedagang.

Belum ulah pengepul yang sering merusak harga, ini membuat para peternak lele ini mulai mencari cara baru dalam menjual hasil budidayanya. Salah satunya dengan membina hubungan atau mitra dengan beberapa warung maupun restoran. Cara ini memang membuat kerja mereka lebih ribet lagi, tapi inilah jalan buat mendapatkan harga lele yang bagus.

Para pembudidaya ikan lele ini juga sudah mulai membuat olahan sendiri dari lele yang tak terjual. Meskipun saat panen sudah pasti ada yang memborong hasil budidaya, tapi tetap saja masalah harga yang jadi kendala. Solusinya adalah dengan memperluas teknis pengolahan lanjutan dari ikan lele.

Tabungan Berhadiah Mulai Ramai Lagi

Beberapa waktu lalu BI mengeluarkan imbauan pada bank-bank untuk bijaksana dalam menarik minat masyarakat untuk menabung. Ini beralasan dengan maraknya promosi tabungan berhadiah yang mulai jor-joran hadiahnya. Bukan tidak mungkin program tabungan berhadiah ini akan membebani keuangan bank.

Bila dihitung-hitung dana masyarakat yang dikelola bank memang tidak sedikit jumlahnya. Cukup bernilai dan bermanfaat bila bisa ngendon di tabungan selama periode tertentu. Namun dengan model tabungan berhadiah, dana masyarakat ini diduga hanya lari dari satu bank ke bank lainnya.

Dana masyarakat tersebut hanya terkumpul di saat ada promosi tabungan berhadiah saja. Sehabis itu uangnya akan lari ke bank lainnya yang sedang mengadakan promosi yang sama. Kondisi begini tentunya tidak sehat dalam menarik minat masyarakat untuk menabung.

Hal ini bisa meningkatkan biaya perbankan, yang ujung-ujungnya menurunkan efisiensi pengelolaan keuangan bank tersebut. Selama ini BI sudah cukup ketat dalam mengawasi dan menjaga ketahanan bank-bank ini. Program tabungan berhadiah ini bukan cara yang baik dalam menarik minat masyarakat menabung.

Memang masyarakat akan tergiur dengan hadiah mewah yang konsumtif ini. Juga hal ini memunculkan modus baru menabung karena berhadiah. Padahal dibalik hadiah ada jebakan batman.

Ada syarat-syarat konsumtif yang harus dilakukan nasabah agar bisa ikut tabungan berhadiah. Kondisi ini jelas tidak mendidik pula dalam pengelolaan keuangan yang sehat. Harusnya BI atau OJK menegur cara-cara ini yang hanya membuat nasabah belanja dan belanja serta mengabaikan fungsi utama menabung.

Harusnya bank-bank lebih edukatif dalam mendidik masyarakat agar lebih suka menabung dan berinvestasi. Tersedian banyak pilihan produk investasi yang dimiliki bank. Ini yang harusnya dijadikan syarat untuk mengikuti tabungan berhadiah tersebut.

Nasabah harus mempunyai produk investasi di bank tersebut agar bisa mengikuti tabungan berhadiah. Ini tentunya lebih positif daripada mendidik masyarakat dengan hal-hal yang konsumtif, karena hal-hal begini tidak berpengaruh baik baik perekonomian Negara. Masyarakat konsumtif, hanya membuat pola pertumbuhan ekonomi menjadi tidak sehat, tumbuh tapi rapuh pondasi perekonomiannya.

Pengaruh Krisis Utang Yunani pada Indonesia

Meski Indonesia tak memiliki hubungan utang menghutang dengan Yunani, posisi Indonesia tidaklah aman. Hal ini karena Indonesia memiliki pola pengelolaan utang yang buruk pula. Bisa jadi Indonesia akan senasib dengan Yunani, bila tak hati-hati dalam mengelola kondisi fiskal ke depannya.

Selama ini Indonesia menambah utangnya tiap tahun dengan alasan untuk membangun. Padahal porsi anggaran terbesar habis untuk pos konsumtif, ambil contoh saja gaji pegawai dan belanja konsumtif lainnya. Sedang untuk pembangunan kecil sekali porsinya, bahkan boleh dibilang kalah dengan belanja konsumtif.

Ini tentunya tidak sehat dalam pengelolaan utang, karena utang berbunga. Tentunya kemampuan membayarnya akan semakin berkurang dengan model utang yang tidak produktif. Kondisi ini sebenarnya sudah tercermin dari rupiah yang semakin menurun dan tidak kompetitif lagi.

Beban utang dari tahun ke tahun semakin naik dan membebani anggaran Negara. Maka wajar tiap tahun pemerintah menambah utangnya. Kondisi ini berjalan terus menerus dengan posisi utang yang semakin besar jumlahnya.

Harusnya Indonesia mulai belajar dari banyak Negara yang tak mampu membayar hutangnya. Tidak saja Yunani, Puerto rico, Venezuela, sudah menyusul menjadi pasien IMF. Bukan tidak mungkin Indonesia kembali jadi pasien IMF bila tidak cermat pada kondisi fiscal yang ada.

Lihat saja inflasi yang tinggi, diikuti penurunan nilai mata uang rupiah, semakin membuat kemampuan bayar hutangnya lebih berat. Saat inflasi tinggi harusnya diikuti dengan pemangkasan belanja Negara. Namun hal ini tidak dilakukan, bahkan semakin diperbesar dengan menambah rasio utang terhadap PDB semakin besar.

Harusnya lebih ketat anggarannya daripada hanya mengeluarkan aturan-aturan proteksionisme pada rupiah. Justru langkah ini semakin memperberat dunia usaha, yang pada akhirnya banyak investasi dan modal yang lari keluar negeri. Selama ini pemerintah acuh dan menganggap remeh indicator yang ada.

Tidaknya diperbaiki indicator ini, malah semakin gila membiarkan indicator ini. Dengan alasan yang berbeda dengan fakta yang ada. Kondisi yang tak tentu arahnya ini membuat tata kelola ekonominya menyerupai Yunani. Gagal dalam melakukan penghematan anggaran. Saat kondisinya masih stabil saja sudah berat berhemat, apalagi nanti saat jatuh.